Apa yang perlu dipertimbangkan untuk mendesain mushola di rumah? Ruang musholla pada dasarnya sebuah ruang yang menghadap kiblat, karena itu perlu dipertimbangkan letak pintu, arah kiblat dan ukuran panjang dan lebar ruangan agar nyaman. Letak dari musholla bisa berada dekat dengan ruang keluarga agar mudah dijangkau seluruh keluarga, atau agak terpisah sehingga tidak terganggu dengan aktivitas lain, sesuai dengan keinginan dari penghuni. Ukuran minimal untuk dimensi orang sholat per orangnya kira-kira 60x100 cm sehingga dari ukuran dimensi manusia ini bisa dilihat seberapa banyak anggota keluarga yang bisa sholat berjamaah. Adakalanya jumlah yang bisa sholat menyesuaikan tempat, namun bila musholla baru bisa dirancang menurut kebutuhan berapa orang yang bisa sholat.
foto: by hophoptuing
Perihal posisi untuk mushola, Bagaimana pertimbangan dalam menentukannya? Musholla bisa diletakkan dekat dengan area ruang bersama seperti ruang keluarga, beberapa klien saya memilih seperti itu sehingga saat sholat tiba, aktivitas lain seperti melihat TV bisa dihentikan sebentar untuk sholat bersama, berarti keluarga ini sangat menghormati waktu sholat. Untuk pilihan dipisahkan dari ruang lain, biasanya merupakan pilihan agar lebih khusu’ terutama jauh dari aktivitas yang bisa mengganggu seperti anak bermain, melihat TV/ mendengar musik di ruang entertainment, dan sebagainya. Pilih letak yang paling sesuai dengan keinginan dan kebutuhan.
Bagaimana ketinggian plafonnya? Ketinggian plafonnya bisa sama atau berbeda, kadang tergantung dari kondisi yang ada, misalnya plafon yang tinggi bisa memberi kesan lebih luas dan lapang. Plafon rendah juga bisa menambah kesan keintiman dalam ruangan.
Bagaimana meletakkan tempat wudhu yang tepat? Tempat wudhu sebisa mungkin berdekatan dengan musholla, sehingga tidak mengganggu ruang lainnya, karena setelah wudhu, biasanya kulit basah, atau memakai sandal basah, sehingga air bisa terciprat atau membasahi lantai di ruang lain. Tempat wudhu bisa diberi bagian bawahnya dengan batu koral, pasangan frame besi dengan kisi2 besi untuk meniriskan air di sandal, dan air bekas wudhu harus bisa cepat disalurkan agar tidak menggenang.
Furnitur dan interior yang sebaiknya diletakkan dalam musholla? Tidak ada furniture yang harus diletakkan, tapi bisa memakai semacam meja panjang atau meja pendek-pendek lesehan untuk keperluan membaca Al-Qur’an. Hiasan yang bisa dipakai adalah kaligrafi, lukisan bergaya islami, bisa juga dari jendela dengan kaca patri dengan motif yang islami juga. Penutup lantai yang baik bisa disesuaikan dengan kebutuhan saat sholat kita bertelanjang kaki sehingga lantai kayu, parket, atau keramik bisa digunakan. Sebaiknya menggunakan perbedaan jenis penutup lantai dengan lantai lainnya dan diangkat sedikit dari lantai lainnya.
Bagaimana ketinggian plafonnya? Ketinggian plafonnya bisa sama atau berbeda, kadang tergantung dari kondisi yang ada, misalnya plafon yang tinggi bisa memberi kesan lebih luas dan lapang. Plafon rendah juga bisa menambah kesan keintiman dalam ruangan.
Bagaimana meletakkan tempat wudhu yang tepat? Tempat wudhu sebisa mungkin berdekatan dengan musholla, sehingga tidak mengganggu ruang lainnya, karena setelah wudhu, biasanya kulit basah, atau memakai sandal basah, sehingga air bisa terciprat atau membasahi lantai di ruang lain. Tempat wudhu bisa diberi bagian bawahnya dengan batu koral, pasangan frame besi dengan kisi2 besi untuk meniriskan air di sandal, dan air bekas wudhu harus bisa cepat disalurkan agar tidak menggenang.
Furnitur dan interior yang sebaiknya diletakkan dalam musholla? Tidak ada furniture yang harus diletakkan, tapi bisa memakai semacam meja panjang atau meja pendek-pendek lesehan untuk keperluan membaca Al-Qur’an. Hiasan yang bisa dipakai adalah kaligrafi, lukisan bergaya islami, bisa juga dari jendela dengan kaca patri dengan motif yang islami juga. Penutup lantai yang baik bisa disesuaikan dengan kebutuhan saat sholat kita bertelanjang kaki sehingga lantai kayu, parket, atau keramik bisa digunakan. Sebaiknya menggunakan perbedaan jenis penutup lantai dengan lantai lainnya dan diangkat sedikit dari lantai lainnya.
DALAM KORAN SINDO:
MEMILIKI ruang khusus sebagai tempat ibadah di sekitar rumah memang kerap dilakukan banyak orang. Misalnya, musala yang bertujuan meningkatkan keimanan si pemilik rumah beserta anggota keluarga.
Menurut arsitek Probo Hindarto, sebelum membangun musala, banyak hal yang harus diperhatikan. Pertama, perhatikan ukuran atau dimensi dari ruangan tersebut. Hal tersebut penting karena si pemilik rumah perlu mempertimbangkan letak pintu, arah kiblat, serta ukuran panjang dan lebar ruangan agar nyaman.
Letak dari musala bisa berada dekat dengan ruang keluarga agar mudah dijangkau seluruh keluarga atau agak terpisah sehingga tidak terganggu dengan aktivitas lain.
“Biasanya untuk letak yang cocok disesuaikan dengan keinginan penghuni,” tambahnya.
Selanjutnya, musala bisa diletakkan dekat dengan area ruang bersama. “Beberapa klien saya memilih seperti itu supaya saat waktu salat, aktivitas lain seperti melihat TV bisa dihentikan sebentar untuk salat bersama,” kata Probo.
Alasan lain, agar jauh dari aktivitas yang bisa mengganggu salat. Maka itu, sebaiknya pilih letak yang paling sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Sementara untuk ukurannya, kata Probo, minimal untuk dimensi orang salat per orangnya kira-kira 60x100 cm.
Jadi, dari ukuran dimensi manusia ini bisa dilihat seberapa banyak anggota keluarga yang bisa salat berjamaah. Adakalanya jumlah yang bisa salat menyesuaikan tempat, namun musala baru bisa dirancang menurut kebutuhan berapa orang yang bisa salat.
Lantas bagaimana dengan ketinggian plafonnya, Probo, pengasuh website astudioarchitect.com mengatakan, ketinggian plafon bisa sama atau berbeda dengan ruang-ruang yang ada di dalam rumah. Malah, terkadang bergantung pada kondisi yang ada. Semisal,bagi ruang yang lahannya minim, bisa saja menggunakan plafon yang tinggi.
Agar mendapatkan kesan lebih luas dan lapang. Kasus lain, ada juga penghuni yang menginginkan plafon dirancang rendah supaya menambah kesan keintiman setiap orang yang ada di dalam ruangan.
Sementara untuk penutup lantainya, Anda bisa menyesuaikannya dengan kebutuhan saat salat. Seperti lantai kayu, parket, atau keramik bisa digunakan.
“Sebaiknya menggunakan perbedaan jenis penutup lantai dengan lantai lainnya dan diangkat sedikit dari lantai lainnya,” imbuh Probo.
Begitu pun saat memilih pencahayaan yang tepat untuk musala. Pencahayaan bisa dibuat dramatis. Misalnya, dengan menggunakan lampu sorot atau spotlight. Namun, banyak juga yang memilih menggunakan lampu general atau umum mengingat untuk salat kita tidak perlu pencahayaan yang macam-macam.
Perihal warna, Probo menyarankan, lebih baik menggunakan warna-warna netral atau warna yang memiliki asosiasi dengan warna islami, seperti warna hijau yang lembut agar tidak mengganggu kekhusyukan beribadah.
Selanjutnya, perhatikan juga letak tempat wudu. Menurut Probo, tempat wudu sebisa mungkin berdekatan dengan musala agar tidak mengganggu ruang lainnya. Biasanya, setelah wudu kulit menjadi basah atau si pengguna memakai sandal basah sehingga air bisa terciprat atau membasahi lantai di ruang lain.
“Tempat wudu bisa diberi bagian bawahnya dengan batu koral, pasangan frame besi dengan kisi-kisi besi untuk meniriskan air di sandal, dan air bekas wudu harus bisa cepat disalurkan agar tidak menggenang,” saran Probo.
MEMILIKI ruang khusus sebagai tempat ibadah di sekitar rumah memang kerap dilakukan banyak orang. Misalnya, musala yang bertujuan meningkatkan keimanan si pemilik rumah beserta anggota keluarga.
Menurut arsitek Probo Hindarto, sebelum membangun musala, banyak hal yang harus diperhatikan. Pertama, perhatikan ukuran atau dimensi dari ruangan tersebut. Hal tersebut penting karena si pemilik rumah perlu mempertimbangkan letak pintu, arah kiblat, serta ukuran panjang dan lebar ruangan agar nyaman.
Letak dari musala bisa berada dekat dengan ruang keluarga agar mudah dijangkau seluruh keluarga atau agak terpisah sehingga tidak terganggu dengan aktivitas lain.
“Biasanya untuk letak yang cocok disesuaikan dengan keinginan penghuni,” tambahnya.
Selanjutnya, musala bisa diletakkan dekat dengan area ruang bersama. “Beberapa klien saya memilih seperti itu supaya saat waktu salat, aktivitas lain seperti melihat TV bisa dihentikan sebentar untuk salat bersama,” kata Probo.
Alasan lain, agar jauh dari aktivitas yang bisa mengganggu salat. Maka itu, sebaiknya pilih letak yang paling sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Sementara untuk ukurannya, kata Probo, minimal untuk dimensi orang salat per orangnya kira-kira 60x100 cm.
Jadi, dari ukuran dimensi manusia ini bisa dilihat seberapa banyak anggota keluarga yang bisa salat berjamaah. Adakalanya jumlah yang bisa salat menyesuaikan tempat, namun musala baru bisa dirancang menurut kebutuhan berapa orang yang bisa salat.
Lantas bagaimana dengan ketinggian plafonnya, Probo, pengasuh website astudioarchitect.com mengatakan, ketinggian plafon bisa sama atau berbeda dengan ruang-ruang yang ada di dalam rumah. Malah, terkadang bergantung pada kondisi yang ada. Semisal,bagi ruang yang lahannya minim, bisa saja menggunakan plafon yang tinggi.
Agar mendapatkan kesan lebih luas dan lapang. Kasus lain, ada juga penghuni yang menginginkan plafon dirancang rendah supaya menambah kesan keintiman setiap orang yang ada di dalam ruangan.
Sementara untuk penutup lantainya, Anda bisa menyesuaikannya dengan kebutuhan saat salat. Seperti lantai kayu, parket, atau keramik bisa digunakan.
“Sebaiknya menggunakan perbedaan jenis penutup lantai dengan lantai lainnya dan diangkat sedikit dari lantai lainnya,” imbuh Probo.
Begitu pun saat memilih pencahayaan yang tepat untuk musala. Pencahayaan bisa dibuat dramatis. Misalnya, dengan menggunakan lampu sorot atau spotlight. Namun, banyak juga yang memilih menggunakan lampu general atau umum mengingat untuk salat kita tidak perlu pencahayaan yang macam-macam.
Perihal warna, Probo menyarankan, lebih baik menggunakan warna-warna netral atau warna yang memiliki asosiasi dengan warna islami, seperti warna hijau yang lembut agar tidak mengganggu kekhusyukan beribadah.
Selanjutnya, perhatikan juga letak tempat wudu. Menurut Probo, tempat wudu sebisa mungkin berdekatan dengan musala agar tidak mengganggu ruang lainnya. Biasanya, setelah wudu kulit menjadi basah atau si pengguna memakai sandal basah sehingga air bisa terciprat atau membasahi lantai di ruang lain.
“Tempat wudu bisa diberi bagian bawahnya dengan batu koral, pasangan frame besi dengan kisi-kisi besi untuk meniriskan air di sandal, dan air bekas wudu harus bisa cepat disalurkan agar tidak menggenang,” saran Probo.
________________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2010 astudio Indonesia.
All rights reserved.
No comments:
Post a Comment