astudioarchitect.com Dalam artikel ini saya ingin melanjutkan berbincang tentang proses pembangunan proyek dimana terdapat aspek-aspek yang mungkin perlu Anda ketahui selama sebuah proyek pembangunan rumah berjalan. Bila Anda berencana membangun atau ingin tahu bagaimana proses membangun rumah, dalam beberapa waktu kedepan saya ingin berbagi tentang beberapa aspek detail dalam pembangunan dalam sebuah proyek yang dikerjakan astudio. Kali ini masih seputar sloof bangunan.
Kondisi rumah ini sebelumnya merupakan rumah lama yang direnovasi total (dibongkar dan diganti baru). Konsekuensinya adalah terdapat material sisa yang bisa dimanfaatkan untuk tanah urug. Jadi dari tembok2 dan material lama bisa dipakai untuk meninggikan bangunan baru. Dalam foto ini terlihat tanah dibawah atau disekitar pondasi berupa tanah campuran dari bekas tembok yang dihancurkan. Bila genteng turut dihancurkan untuk tanah urug, maka sebaiknya dihancurkan dengan baik mengingat genteng pecahan mungkin menyimpan ruang udara sehingga malah mengurangi kualitas tanah urug. Bila tanah urugan dari tembok lama masih kurang, maka perlu ditambahkan tanah urug berupa sirtu. Tanah sirtu adalah tanah khusus untuk urug, dimana menurut pedoman kualitas biasanya bukan tanah organik yang berwarna hitam atau tanah liat yang susah dikeringkan.
Kondisi sloof dan pondasi di lapangan. Terlihat dalam foto saluran air bersih, air kotor dan WC sudah dipasang di lokasi pada saat pembuatan pondasi, jadi nanti waktu diurug semua saluran sudah fix.
Pondasi untuk dua lantai dibuat dengan pondasi footplat untuk kondisi bangunan konvensional dua lantai. Metode ini paling banyak digunakan secara konvensional oleh masyarakat Indonesia, terutama di Jawa. Pondasi ini dibuat dengan menggali dan mengukur kedalaman tanah keras, dimana permukaan tanah keras dibutuhkan untuk meletakkan pondasi footplat sehingga bangunan dua lantai bisa berpijak dengan baik diatas tanah.
Gambar: ilustrasi pondasi rumah.
Sumber: Panduan Lengkap membangun Rumah Bertingkat oleh Gatut Susanta.
Untuk mengikat pondasi footplat dan kolom-kolom, dibutuhkan sloof yaitu balok dibawah lantai. Bila diatas sloof terdapat dinding, maka dibawahnya diberikan pondasi batu kali. Jadi pondasi batu kali dibutuhkan bila terdapat dinding bata diatasnya, bila tidak maka tidak dibutuhkan pondasi batu kali. Bila dibutuhkan meskipun tidak ada dinding batu bata, sloof kadang masih dibuat untuk mengikat kolom agar lebih kuat dan tidak bergeser.
Sloof yang diatasnya terdapat dinding, maka dibagian bawahnya ada pondasi batu kali. Untuk sloof yang berfungsi sebagai pengikat kolom, maka dibagian bawahnya tidak terdapat pondasi batu kali.
Tentang besi untuk kolom dan pondasi, digunakan berbagai besi dengan spesifikasi dimensi 16, 12, 10 dan 6. Dimensi 16 dan 12 biasanya dibutuhkan untuk struktur utama dimana untuk besi asli dengan kode SNI biasanya dicantumkan semacam 'marking' dengan kode 'SO 12 SNI'. Biasanya didapat di toko besi yang memang mengenal kode ini. Untuk toko besi biasa, kadang pemilik/ penjaga toko masih ribet dengan beberapa kode ini.
Untuk besi pun memiliki berbagai spesifikasi seperti besi 'marking' sebagaimana diatas biasanya merupakan besi dengan standar SNI yang dianjurkan pemerintah baik untuk proyek pemerintah maupun swasta sehingga terdapat pertanggungjawaban mutu. Untuk besi tanpa 'marking' biasanya merupakan besi banci dengan ukuran lebih rendah dari spesifikasi asli yang disebutkan, dalam arti besi tersebut ukurannya kurang dari besi 16, besi 12, dan seterusnya. Untuk besi ulir selalu memiliki ulir untuk memperkuat strukturnya.
Batu kali yang biasa digunakan untuk pondasi batu kali.
Foto besi dengan marking SNI ukuran 12 untuk kolom. Jarak begel dengan ukuran besi 8 atau 6 berjarak sekitar 15 cm. Begel adalah besi pengikat yang dibuat persegi untuk mengikat besi kolom vertikal.
________________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2010 astudio Indonesia.
All rights reserved.
No comments:
Post a Comment