Monday, June 21, 2010

Dampak Dokumen Digital terhadap Budaya Tulis/ Impact of digital documentation on Written Culture

Digital vs Analogastudioarchitect.com Budaya menggambar dengan meja gambar layaknya arsitek jaman dahulu semakin ditinggalkan, dan digantikan dengan alat-alat baru yaitu komputer dan sarana digital. Para arsitek tidak lagi memegang gambar kerja, tetapi dokumen digital yang dianggap instan dan memudahkan, karena itu transfer pengetahuan tidak lagi berdasarkan transfer analog tetapi digital, yang menempatkan arsitek dalam mentalitas tertentu.

Drawing culture like architects in the old times on drawing tables is being abandoned, and replaced with new tools of computers and digital tools. The architects are no longer holding the hand drawings, but the digital documents that are considered instant and easy, because it is no longer based on analogue knowledge transfer but digital transfer, which places the architect in a certain mentality.



Mentalitas itu adalah apresiasi terhadap gambar kerja maupun sketsa yang semakin hilang dari peredaran, dan menyebabkan sentuhan seni dalam arsitektur juga semakin hilang, tanpa sentuhan seni tangan ahli, arsitektur menjadi rekayasa komputer dalam imajinasi 3D, bukan lagi seni merancang berdasarkan imajinasi 2D dengan sentuhan kemanusiaan yang kental. Dokumen tidak lagi disimpan dalam bentuk file kertas yang memiliki nilai karena makna, keberadaan, maupun usianya, seperti dokumen berharga lainnya. Dokumen menjadi turun nilainya karena dapat digandakan dengan mudah, serta dapat dicopy paste melalui karakter fabrikasi yang sama.

Bentuk-bentuk yang cenderung cepat dan mendukung industrialisme juga dikembangkan seperti bentuk kotak-kotak, minimalis, modern, dan fabrikasi. Memang keduanya tampak sangat serasi mengingat dengan 'push pull bar' atau 'extrude', seorang arsitek bisa membuat simulasi cepat bentukan yang cenderung kaku, tetapi ritmis, mirip karakteristik fabrikasi.

Kekuatan karakter pribadi seorang arsitek yang juga seniman, misalnya detail kolom, detail ukiran, bahan-bahan non fabrikasi seperti tegel lama atau bata ekspos seakan dengan mudah digantikan oleh dinding putih mulus, sofa, jendela copy-paste, elemen-elemen yang siap digunakan tanpa harus merekayasa dahulu dalam pikiran (imajinasi).

The mentality of working drawings and sketches appreciation which is progressively disappearing, and cause touch of art in architecture to be also progressively lost, without a touch of artist expert, architecture becomes 3D computer engineering in the imagination, not based on imagination on 2D art design with a strong touch of humanity. Documents are no longer stored in the form of paper files that have value because of the meaning, presence, and its age, like other valuable documents. Documents are decreased in value because they can be duplicated easily, and can be copied and pasted the character of the same fabrication.

The forms which tend to be quickly built and support this phenomena are also developed as forms of industrialism boxes, minimalist, modern, and fabrication. Indeed the two seemed very harmonious remembering with the 'push-pull bar' or 'extrude', an architect can make rapid simulations that tend to form stiff, but rhythmically, like a fabrication characteristics.

Dampak utama dari sistem berpikir dan mendesain yang 'terfabrikasi' ini, adalah menghilangnya potensi dari sentuhan personal dan sentuhan material non fabrikasi karena model penggambaran dan desain yang juga terfabrikasikan. Karakter unik dari arsitektur vernakular atau arsitektur yang didapat dari 'tacid knowledge' semakin menghilang, akibatnya gap antara arsitektur vernakular dan modern akan semakin tinggi, memaksa para tukang dari kalangan 'tacid knowledge' tertatih-tatih berusaha memahami sistem fabrikasi. Misalnya, keterampilan pertukangan kayu semakin menghilang karena semakin banyak material fabrikasi pengganti kayu seperti alumunium dan beton.

The strength of personal character of an architect who is also an artist, for example detail columns, detailed carvings, non-fabricated materials such as exposed brick tiles as long or be easily replaced by a smooth white wall, sofa, windows by copy-paste, the elements that are ready for use without imagination first in the mind.

The main impact of this thinking systems and designing which is also 'fabricated' is the potential of disappearance of personal touch and the touch of non-fabricated material for drawing and designing. The unique character of vernacular architecture or architecture that is obtained from 'tacid knowledge' increasingly disappearing, as a result of the gap between vernacular and modern architecture will be higher, forcing the builders of the 'tacid knowledge' hobbled attempts to understand the system of fabrication. For example, carpentry skills increasingly disappearing as more and more wood substitute materials such as fabricated aluminum and concrete.

Diskusi:
Artikel tersebut dimasukkan dalam mailing list AMI (Arsitek Muda Indonesia) dan terdapat diskusi dari beberapa anggota mailing list sebagai berikut:

Pendapat Setyo Eko:
Kalau menurut saya setiap jaman punya tantangan dan solusinya sendiri. Kita
tidak bisa menutup mata terhadap teknologi. Karena jika kembali ke naturenya
sebuah teknologi hanyalah sebuah alat untuk memudahkan manusia menyelesaikan
pekerjaannya. Tak terkecuali arsitek

Yang kedua adalah efisiensi kerja. Mungkinkan sebuah tower memiliki 10000 jenis
jendela yang tidak sama. Berapa lama waktu konstruksi yang di butuhkan dan
berapa dana yang akan dihabiskan. Lagi2 ini adalah masalah efisiensi. Di
arsitektur vernakular pun tidak mungkin kita menemukan 10 jenis aechitrave yang
berbeda jenis. Dalam sebuah bangunan. Inilah standarisasi. Walaupun setiap
design memiliki standar yang berbeda2. saya pikir juga banyak teman2 disibi yang
tidak akan terjebak kepada copy n paste belaka.

Soal kecenderungan membawa dokumen digital. Ya karena lagi2 lebih praktis aja.
Saya yang bekerja dengan partner 2 yang online di jkt. Jogja, makassar, menado,
medan merasa lebih dimudahkan dalam koordinasi. Tinggal share file di YM. Email.
BB dsb whichever available.

Salam
SE
----------------------------------------------------

Pendapat Rafael Arsono:

Representasi gambar-dokumentasi digital-material fabrikasi

Gambar tangan memang terlihat personal dan mengakar, tp yg dicari kan bukan
menggambar manual dengan meja gambar supaya sekedar terlihat bagus. Buat saya yg
perlu dikhawatirkan adalah derasnya image rendering yang tersedia di internet
dan kecepatan menghasilkan image arsitektur oleh komputer membuat kita hanya
melihat rendering hanya sebagai sebuah gambar hasil akhir arsitektur, bukan
sebuah representasi dari arsitekturnya. Rendering sbg representasi arsitektur
adalah menunjukkan pilihan terbaik yg dipertimbangkan berdasarkan arah
arsitekturnya. Render maksut saya disini touch up gambar, termasuk kolase,
sketsa cat warna Holl, sampai sketsa hitam-putih frank ching, bahkan video,
MVRDV merasa ide2 utopianya lebih pragmatis dijelaskan dg video, dan mereka
bikinnya bagus, bayar artis untuk seriusan bikin, dll.

Koolhaas sudah ngomong tentang ini 10 tahun lalu,
http://www.pritzkerprize.com/laureates/2000/ceremony_speech1.html
"...After four thousand years of failure, Photoshop and the computer create
utopias instantly."

bgmnpun jg, komputer jg bs membantu representasi arsitektur scr personal dan
berkarakter jg. sprti 'angle' aneh ala Zaha Hadid (lihat karya2 awalnya, the
peak, kufurstendam, dll). Gambar rendering komputer Tadao Ando tidak jauh beda
dari sketsa berskala yang biasanya menunjukkan potongan perspektif (srg di
majalah GA), karena cara ini terbaik untuk menunjukkan kestabilan, keteraturan
dan presisi ruangnya. Terlepas dari kita suka atau enggak, pilihan rendering
tersebut telah menghasilkan sebuag karya yg indah bgt - lebih dr sekedar gambar.

Render 'aneh' yg indah lainnya ada juga di Superstudio, bagaimana man-made
'menginvasi' alam. dan banyak gambar top lainnya disini
http://butdoesitfloat.com/index/filter/architecture

Tidak ada yang salah dengan digital archiving, menurut pendapat saya, ke
depannya makin lebih banyak lagi institusi formal akan merger sm arsitek untuk
pendokumentasian digital (semacam internet library). coba liat archigram
archival project, luar biasa bgmn data mereka bisa diakses orang di seluruh
dunia. http://archigram.westminster.ac.uk/
I'd love to see this kind on Romo Mangun, Silaban, etc....

rendahnya budaya tulis terhadap literatur arsitektur jg membuat kt (dan generasi
arsitek di masa depan) menengok informasi arsitektur via internet yg
kredibilitasnya diragukan. Tp saya nggak mau masuk terlalu dalam kesitu, mari kt
terus nulis yg benar ttg apa dan siapa saja (saya jg sdg melakukannya). Saya
banyak lihat tulisan2 ttg kota dan arsitektur jaman baheula ditulis sm anak2
muda yg skrg menjelma arsitek2 bagus, dan tulisan2 itu berguna bwt generasi2 yg
lbh muda utk mengetahui ttg objek tulisan maupun si penulis.

Material fabrikasi ada untuk mendukung budaya bangun dan cara pandang arsitektur
tertentu. Mungkin perlu lihat contoh yang lebih tepat untuk 'kontemplasi
arsitektur', dalam hal material fabrikasi, bisa liat dari master builder yg
ekspresionis macam Piano, Rogers,...atau, yang cenderung 'diam' seperti
Chipperfield, SANAA.

Namun, kembali ke representasi image, perlu disadari ketika browsing, bahwa ada
'gap' budaya bangun di lokasi gambar yg sdg kt liat di internet (sprti contoh
arsitek2 di atas), yang tidak kt ketahui melalui gambar tersebut. trgntung
lokasi, dan waktu jg, cara bangun jaman dulu dg skrg tntunya berbeda. Kotak atau
'blob' terjadi krn proses dan pilihan yg seringnya terlewatkan dr 'browsing' kt
td (bnyk jg media yg tdk memaparkan hal ini dg jelas dan tuntas). Jadi
'kontemplasi' td perlu dilakukan, mksutnya perlu sortir website/majalah apa yg
kt liat dan jgn diserap mentah2 gt, apalagi di tengah derasnya image2 td lewat
internet dan media lainnya.


salam hangat,
Rafael Arsono


________________________________________________
by Probo Hindarto
© Copyright 2010 astudio Indonesia. All rights reserved.

No comments:

Post a Comment